Twitter

Sabtu, 05 Oktober 2013

Munir , Pahlawan HAM "DILUPAKAN" Negara

!!WELCOME TO MY BLOG!!

Karena melihat sebuah foto seorang pahlawan yang ane hormati, ane jadi browsing untuk pengen lebih tau lagi tentang dia. Dan akhirnya banyak sumber yang ane dapet tentang "PAHLAWAN" ini. Mari kita ulas dan mengetahui lebih dalam tentang orang yang di kagumi dunia ini karena jasa membela HAMnya yang sangat berpengaruh.




Siapa Munir?
Munir Said Thalib (lahir di Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965 – meninggal di Jakarta di dalam pesawat jurusan ke Amsterdam, 7 September 2004 pada umur 38 tahun) adalah pria keturunan Arab yang juga seorang aktivis HAM Indonesia. Jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial.
Saat menjabat Dewan Kontras namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus. Setelah Soeharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota tim Mawar.
Jenazah Munir dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Kota Batu.
Istri Munir, Suciwati, bersama aktivis HAM lainnya terus menuntut pemerintah agar mengungkap kasus pembunuhan ini.

Munir Said Thalib, akan melanjutkan studi S2 bidang hukum humaniter di Universitas Utrecht, Belanda. Pukul 21.30 WIB. Melalui pengeras suara, seluruh penumpang pesawat Garuda Indonesia nomor penerbangan GA 974 tujuan Amsterdam dipersilakan petugas bandara naik ke pesawat.
Rombongan orang kulit putih bergegas, banyak dari mereka adalah warga negara Belanda. Saat akan memasuki pintu pesawat, Munir bertemu Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot Garuda yang biasa dipanggil Polly. Status Polly dalam penerbangan ini adalah extra crew, yaitu kru yang terbang sebagai penumpang dan akan bekerja untuk tugas lain. Mereka bertemu di dekat pintu masuk kelas bisnis. Sebagai penumpang kelas ekonomi, Munir sebenarnya akan lebih dekat dengan tempat duduknya bila masuk melalui pintu belakang. Diawali percakapan dengan Polly, Munir berakhir di tempat duduk kelas bisnis, nomor 3K. Kursi 3K adalah tempat duduk Polly, sementara milik Munir adalah 40G. Polly selanjutnya naik ke kokpit di lantai dua untuk bersalaman dan mengobrol dengan awak kokpit yang bertugas. Saat pesawat mundur dan siap tinggal landas, Polly dipersilakan oleh purser Brahmanie untuk duduk di kelas premium karena banyak tempat duduk yang kosong di kelompok termahal itu. Purser adalah pimpinan kabin yang bertanggung jawab atas kenyamanan seluruh penumpang, termasuk kepindahan tempat duduk mereka. Lelaki berseragam pilot kemeja putih dan celana biru dongker itu pun duduk di 11B.
Ada dua cerita tentang kepindahan Munir ke kelas bisnis itu, yaitu menurut kisah brahmanie dan polly. Dalam sidang PN (Pengadilan Negeri) Jakarta Pusat, Brahmanie bersaksi, “Saat sedang di depan toilet bisnis, saya berpapasan dengan Saudara Polly. Lalu, Saudara Polly, sambil memegang boarding pass warna hijau, bertanya dalam bahasa Jawa, ‘Mbak, nomer 40G nang endi? Mbak, aku ijolan karo kancaku,’ (Mbak, nomor 40G di mana? Mbak, saya bertukar tempat dengan teman saya.) tanpa menyebutkan nama temannya. Karena nama temannya tidak disebutkan, saya ingin tahu siapa teman Saudara Polly. Lalu, saya datangi nomor 3K, dan ternyata yang duduk di sana Saudara Munir, yang lalu saya salami. Saudara Polly tidak duduk di 40G, tapi di premium class nomor 11B atas anjuran saya karena banyak tempat duduk yang kosong.” Sementara itu, dalam wawancara di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Polly bercerita, “Saya ketemu Munir di pintu pesawat Garuda Indonesia, di bandara Jakarta. Dia tanya di pintu bisnis, ‘Tempat duduk ini di mana?’ Saya bilang, ‘Wah Bapak ini di ekonomi, cuma tempat duduknya yang mana saya tidak hafal.’ Kemudian, itu kan antre, ada banyak penumpang lain mau masuk, saya persilakan duluan. Saya sebagai kru lebih baik ngalah, toh sama-sama naik pesawat, nggak mungkin ditinggal. Setelah itu, karena saya mau masuk ke ruang bisnis, mau melangkah ke dalam pesawat, saya bilang kepada Munir, ‘Saya duduk di bisnis, kalau Bapak mau di sini, ya Bapak tanya dulu sama pimpinan kabin, kalau diizinkan ya silakan, bila tidak ya mohon maaf.’ Bahasa saya seperti itu. Sudah, itu saja.” Sebelum pesawat tinggal landas, di kelas bisnis, Yeti Susmiarti menyajikan welcome drink. Penumpang diminta mengambil gelas berisi sampanye, jus jeruk, atau jus apel. Munir memilih jus jeruk. Selesai minuman pembuka, pramugari senior itu membagikan sauna towel (handuk panas), yang biasa digunakan untuk mengelap tangan, lalu memberikan surat kabar kepada penumpang yang ingin membacanya. Semua layanan itu disajikan Yeti sendiri, dengan bantuan Oedi Irianto, pramugara senior, yang menyiapkan segala keperluannya di pantry. Pukul 22.02 WIB pesawat yang dikendalikan Kapten Pilot Sabur Muhammad Taufik itu tinggal landas. Untuk mengukur waktu tinggal landas dan mendarat secara tepat, industri penerbangan menggunakan istilah block off dan block on. Block off adalah waktu yang menunjukkan saat ganjal roda pesawat di bandara dilepas dan pesawat mulai bergerak untuk terbang. Block on digunakan sebagai penanda waktu kedatangan pesawat di bandara tujuan, yaitu saat ganjal roda pesawat dipasang.
Sekitar 15 menit setelah tinggal landas, pramugari menawarkan beberapa pilihan makanan dalam kemasan yang masih panas di atas nampan. Di kursi 3K, Munir memilih mi goreng. Selesai mi, Yeti kembali memberi tawaran minuman, kali ini lebih banyak pilihan daripada welcome drink. Pilihannya adalah minuman beralkohol (wiski, gin, vodka, red wine, white wine, dan bir), soft drink, jus apel serta jus jeruk Buavita, jus tomat Berry, susu putih Ultra, air mineral Aqua, teh, dan kopi. Munir kembali memilih jus jeruk. Setelah mengarungi langit pulau Jawa, Sumatera, dan laut di sekitarnya selama 1 jam 38 menit, pesawat GA 974 mendarat di Bandara Changi, Singapura pukul 00.40 waktu setempat. Zona waktu Singapura satu jam lebih awal ketimbang WIB. Awak kabin memberi penumpang waktu untuk jalan-jalan atau kegiatan apa saja di Bandara Changi selama 45 menit.
Karena keluar dari pintu bisnis, Munir pun lebih cepat mencapai Coffee Bean dibanding jika keluar dari pintu ekonomi. Usai singgah di kedai itu, dia kembali menuju ke pesawat melaui gerbang D 42. Di perjalanan menuju pintu Garuda, dia disapa oleh seorang laki-laki. “Anda Pak Munir, ya?” “Iya, Pak.” “Saya dr. Tarmizi dari Rumah Sakit Harapan Kita. Pak Munir ngapain ke Belanda?” “Saya mau belajar, mau nge-charge satu tahun.” “Di mana?” “Utrecht.” “Wah, Indonesia kehilangan, dong. Anda kan orang penting?” komentar dr. Tarmizi. “Ya… ini perlu untuk saya, Pak,” timpal Munir sambil tersenyum. “Anda ‘kan pernah nulis tentang Aceh. Bagaimana sih, bisa beres nggak tuh?” tanya dokter lagi, sambil keduanya berjalan. “Ah, itu tergantung niat, Dok.” “Maksudnya?” “Kalau niatnya membereskan, tiga bulan juga beres.” Kemudian, dokter kelahiran Sumatera Barat itu mengeluarkan dompet dan memberi Munir kartu namanya sambil berkata, “Kapan-kapan, bila perlu, silakan menghubungi saya.” Munir menerima kartu nama dr. Tarmizi Hakim, lalu keduanya berpisah. Si dokter masuk ke kelas bisnis, Munir menuju pintu bagian belakang pesawat dan duduk di kursi 40G kelas ekonomi, sebagaimana tercantum di boarding pass-nya. Karena Polly hanya sampai Singapura, Munir pun kembali ke tempat duduk aslinya untuk penerbangan Singapura-Amsterdam. Total waktu transit di Changi (antara block on dan block off) adalah 1 jam 13 menit, jumlah waktu yang digunakan pesawat untuk pengisian bahan bakar, penggantian seluruh awak kokpit dan kabin, serta penambahan penumpang dari Singapura.
Pesawat tinggal landas dari Changi pukul 01.53 waktu setempat. Penerbangan menuju Schipol ini dipimpin oleh Kapten Pantun Matondang, dengan purser Madjib Nasution sebagai penanggung jawab pelayanan penumpang. Sebelum pesawat mengangkasa, pramugari Tia mengecek kesiapan penumpang untuk tinggal landas. Saat melakukan kewajibannya, dia dipanggil oleh Munir yang meminta obat Promag. Pramugari bernama lengkap Tia Dewi Ambara itu meminta Munir menunggu sebentar karena pesawat akan tinggal landas dan seluruh awak kabin harus duduk di tempat masing-masing. Kira-kira 15 menit kemudian, setelah pesawat di ketinggian aman, Tia mulai membagikan selimut dan earphone, dilanjutkan dengan makanan pengantar tidur. Saat Tia sampai di 40G, lelaki berkaus abu-abu dan bercelana jins hitam itu sedang tidur. Tia membangunkannya dan bertanya, “Apa Bapak sudah dapat obat dari teman saya?” “Belum.” “Maaf, kami tidak punya obat.” Tia lalu menawarkan makanan, yang ditolak oleh Munir. Namun, lelaki ini meminta teh hangat. Tia pun menyajikan teh panas yang dituangkan dari teko ke gelas di atas troli. Munir menerima uluran minuman itu, lengkap dengan gula 1 sachet. Ketika Tia melanjutkan melayani penumpang lain, Munir melewatinya di gang menuju toilet. Ini kali pertama Munir pergi ke toilet, sekitar 30 menit setelah tinggal landas.
Tiga jam sudah pesawat besar itu terbang dan sedang berada di langit India saat Munir semakin sering pergi ke toilet. Ketika berjalan di gang kabin yang hanya diterangi oleh lampu baca, dia berpapasan dengan pramugara Bondan Hernawa. Dia mengeluhkan sakit perut dan muntaber kepada Bondan, serta memintanya memanggilkan dr. Tarmizi yang duduk di kelas bisnis. Munir juga memberinya kartu nama dokter itu. Sesuai prosedur untuk situasi semacam ini, Bondan pun melapor kepada purser Madjib Nasution yang berada di Purser Station. “Bang, ini Pak Munir penumpang kita sakit. Buang-buang air, muntah-muntah. Ini ada kawannya, dokter, tapi saya tidak tahu duduk di mana. Tolong carikan tempat duduknya,” ujar Bondan sambil menyerahkan kartu nama dr. Tarmizi. Madjib mencari penumpang atas nama dr. Tarmizi Hakim di Passenger Manifest dan menemukannya di kursi nomor 1J. Belum sempat dia beranjak, Munir sudah berada di depan Purser Station. Sambil memegangi perut, Munir berkata, “Saya sudah buang-buang air, pakai muntah juga. Mungkin maag saya kambuh. Seharusnya tadi tidak minum jeruk waktu dari Jakarta-Singapura.” Munir pun melanjutkan perjalanannya ke toilet. Madjib dan Bondan lalu mendatangi 1J dan mendapati dr. Tarmizi sedang tidur di 1K, kursi sebelah kanannya yang, karena dekat jendela dan dia dapati kosong, lalu dia duduki. “Dokter, dokter…,” Madjib berusaha membangunkan. Keduanya mengulanginya beberapa kali dengan suara lebih keras, tapi tidur dokter bedah itu tetap tak terusik. Madjib kembali berjumpa Munir di gang dan memintanya membangunkan dr. Tarmizi sendiri, sementara Bondan pergi ke pantry untuk melaksanakan tugas terjadwalnya. Akhirnya, dr. Tarmizi bangun. Munir menjelaskan kondisi tubuhnya yang saat itu tampak sangat lemah dengan berkata, “Saya sudah muntah dan buang air besar enam kali sejak terbang dari Singapura.” Dr. Tarmizi mengusulkan kepada Madjib supaya Munir pindah tempat duduk ke nomor 4 karena tempat itu kosong dan dekat dengannya. Munir pun duduk di kursi 4D. Dr. Tarmizi mengambil posisi di samping kirinya. “Pak Munir makan apa saja dua hari terakhir ini?” tanya dokter spesialis bedah toraks kardiovaskular itu. Munir hanya diam, mungkin akibat nyeri perutnya. Pertanyaan itu disambut oleh Madjib, “Pak Munir tadi sempat minum air jeruk, padahal Pak Munir tidak kuat minum jeruk karena punya maag.” Munir tetap diam, tidak berkomentar. “Kalau maag tidak begini,” kata si dokter, yang lalu bertanya kepada Munir, “Anda makan apa?” “Biasa saja.” “Kemarin?” “Biasa saja.” “Kemarinnya lagi?” “Biasa saja.” Dokter itu melakukan pemeriksaan secara umum dengan membuka baju pasiennya. Dia lalu mendapati nadi di pergelangan tangan Munir lemah. Dokter berpendapat Munir menunjukkan gejala kekurangan cairan akibat muntaber.
Munir kembali lagi ke toilet, diikuti dokter, pramugara, dan pramugari. Setelah muntah dan buang air, dia pulang ke kursi 4D, sambil terus batuk-batuk berat. Dr. Tarmizi meminta seorang pramugari mengambilkan Doctor’s Emergency Kit yang dimiliki setiap pesawat terbang. Kotak itu dalam keadaan tersegel. Setelah melihat isinya, dia berpendapat obat yang tersedia sangat minim, terutama untuk kebutuhan Munir. Dr. Tarmizi memerlukan infus, tapi tidak ada. Tidak ada obat khusus untuk sakit perut mulas, juga obat muntaber biasa. Si dokter pun mengambil obat dari tasnya sendiri. Dia memberi Munir obat diare New Diatabs serta obat mual dan perih kembung Zantacts dan Promag. Dua tablet untuk yang pertama dan masing-masing satu tablet untuk dua terakhir. Dr. Tarmizi lalu meminta seorang pramugari membuatkan teh manis dengan sedikit tambahan garam di dalamnya. Namun, lima menit setelah meminum teh hangat itu, Munir kembali ke toilet. Munir rampung setelah lima menit dan membuka pintu. Dr. Tarmizi lalu membimbing Munir berjalan menyusuri gang sambil berkomentar kepada purser Madjib, “Mengapa infus saja tidak ada padahal perjalanan sejauh ini?” Di kotak obat pesawat terdapat cairan Primperam, obat antimual dan muntah, yang kemudian disuntikkan dr. Tarmizi ke tubuh Munir sejumlah 5 ml (dosis 1 ampul). Injeksi di bahu kiri ini cukup berpengaruh karena Munir kemudian tidur. Penderitaannya reda selama 2-3 jam.
Munir bangun dan kembali masuk ke toilet. Dia cukup lama berada di dalamnya, kira-kira 10 menit, dan pintunya pun tidak tertutup dengan sempurna. Madjib memberanikan diri melongok lewat celah yang ada dan mengetuk pintu, tapi tidak ada respons dari orang yang sedang menderita di dalam sana. Madjib membuka pintu lebih lebar dan melihat laki-laki 38 tahun itu sedang bersandar lemas di dinding toilet. Purser Madjib langsung memanggil dokter yang selama setengah jam terakhir paling tahu kondisi penumpangnya itu. Dr. Tarmizi mengajak Madjib dan pramugara Asep Rohman mengangkat Munir kembali ke kursi 4D. Setelah didudukkan di kursi, Munir menjalani pemeriksaan oleh dr. Tarmizi, dalam gelapnya kabin pesawat yang hanya diterangi lampu baca. Kegelapan ini keadaan yang tak bisa mereka atasi sebab demikianlah aturan penerbangan. Pertama pergelangan tangan, lalu perut. Saat perutnya diketuk oleh si dokter, Munir mengeluh, “Aduh, sakit,” sambil memegang perut bagian atas. Madjib menyarankannya untuk ber-Istighfar, disambut Munir dengan menyebut, “Astaghfirullah Haladzim, La Illaha Illa Llah,” sambil tetap memegangi perut. Pramugari Titik Murwati yang berada di dekat situ berinisiatif memberi balsem gosok, tindakan yang dia harap bisa membantu meredakan derita penumpangnya. Atas persetujuan dr. Tarmizi, Titik menggosok perut Munir dengan balsem yang bisa memberikan rasa hangat. Munir berkata dia ingin istirahat karena capek. Dr. Tarmizi membuka kotak obat lagi dan mengambil obat suntik Diazepam. Kali ini, dokter menyuntikkan 5 mg di bahu kanan, juga dengan bantuan purser Madjib. Jarak antara kedua suntikan sekitar 4-5 jam. Sesudah suntikan obat penenang itu, Munir masih merasakan mulas di perut. Lima belas menit berlalu dan Munir ke toilet lagi, ditemani dokter, purser, serta pramugari. Di dalamnya, Munir muntah, diikuti buang air. Kembali ke tempat duduk, Munir berkata dirinya ingin tidur telentang. Purser dan seorang anak buahnya membentangkan sebuah selimut sebagai alas di lantai depan kursi 4D-E dan sebuah bantal di atasnya. Dia pun berbaring di sana, dengan dua selimut lagi diletakkan di atas tubuhnya agar hangat. Dr. Tarmizi berkata kepada awak kabin itu supaya Munir dijaga, dan bahwa dirinya ingin istirahat karena besok kerja (dia akan melakukan operasi jantung di rumah sakit di Swole), sambil minta dibangunkan bila terjadi apa-apa dengan Munir. Juga, dia berpesan agar mereka memastikan dokter dari Amsterdam yang besok masuk ke pesawat membawa infus. Setelahnya, si dokter kembali ke kursi di 1K dan tidur. Munir kembali bisa tidur, tapi sering berubah posisi, dan posisi itu selalu miring, tidak pernah telentang atau tengkurap. Madjib terus setia menjaga Munir sampai sekitar 3 jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, saat awak kabin menyiapkan makan pagi penumpang.Madjib berjalan ke tempat duduk dr. Tarmizi dan bertanya apakah perlu dirinya membangunkan Munir untuk sarapan, yang dijawab dengan anjuran untuk membiarkan Munir tetap istirahat. Madjib pun melakukan tugas rutinnya mengawasi lingkungan pesawat.
Sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat, jam 05.10 GMT atau 12.10 WIB, ketika sarapan masih berlangsung dan lampu kabin masih menyala, Madjib kembali melangkahkan kaki mengunjungi “tempat tidur” Munir. Di depan kursi 4D-E, dia melihat tubuh Munir dalam posisi miring menghadap kursi, mulutnya mengeluarkan air liur tidak berbusa, dan telapak tangannya membiru. Dia memegang tangan Munir dan mendapati rasa dingin. Madjib yang kaget bergegas menuju kursi sang dokter. Dokter memegang pergelangan tangan Munir sambil dengan tangan satunya menepuk-nepuk punggung. Dia berulang-ulang berujar, “Pak Munir… Pak Munir….“ Akhirnya, memandang purser Madjib, dr. Tarmizi berkata pelan, “Purser, Pak Munir meninggal… Kok secepat ini, ya…. Kalau cuma muntaber, manusia bisa tahan tiga hari.” Purser Madjib meminta Bondan dan Asep membantunya mengangkat tubuh kaku Munir ke tempat yang lebih baik: lantai depan kursi 4J-K. Munir berbaring di atas dua lembar selimut, kedua matanya dipejamkan oleh Bondan, tubuhnya ditutupi selimut.
Bondan dan Asep membaca surat Yassin di depan jenazah Munir Said Thalib, empat puluh ribu kaki di atas tanah Rumania.
Pada tanggal 12 November 2004 dikeluarkan kabar bahwa polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah otopsi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh polisi Indonesia. Belum diketahui siapa yang telah meracuni Munir, meskipun ada yang menduga bahwa oknum-oknum tertentu memang ingin menyingkirkannya.
Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut. Selain itu Presiden Susilo juga membentuk tim investigasi independen, namun hasil penyelidikan tim tersebut tidak pernah diterbitkan ke publik.
Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Pr, yang kebetulan juga orang dekat Prabowo Subianto dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, ditangkap dengan dugaan kuat bahwa dia adalah otak pembunuhan Munir[1]. Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya[2].Namun demikian, pada 31 Desember 2008, Muchdi divonis bebas. Vonis ini sangat kontroversial dan kasus ini tengah ditinjau ulang, serta 3 hakim yang memvonisnya bebas kini tengah diperiksa[3].

Film dokumenter

Untuk memperingati satu tahun kepergian Munir, diluncurkan film dokumenter karya Ratrikala Bhre Aditya dengan judul Bunga Dibakar di Goethe-Institut, Jakarta Pusat, 8 September 2005. Film ini menceritakan perjalanan hidup Munir sebagai seorang suami, ayah, dan teman. Munir digambarkan sosok yang suka bercanda dan sangat mencintai istri dan kedua anaknya. Masa kecil Munir yang suka berkelahi layaknya anak-anak lain dan tidak pernah menjadi juara kelas juga ditampilkan. Munir dibunuh di era demokrasi dan keterbukaan serta harapan akan hadirnya sebuah Indonesia yang dia cita-citakan mulai berkembang. Semangat inilah yang ingin diungkapkan lewat film ini.
Sebuah film dokumenter lain juga telah dibuat, berjudul Garuda's Deadly Upgrade hasil kerja sama antara Dateline (SBS TV Australia) dan Off Stream Productions.
Pada peringatan tahun kedua, 7 September 2006, di Tugu Proklamasi diluncurkan film dokumenter berjudul "His Strory". Film ini bercerita tentang proses persidangan Pollycarpus dan fakta-fakta yang terungkap di pengadilan.

Peringatan

Sejak 2005, tanggal kematian Munir 7 September, oleh para aktivis HAM dicanangkan sebagai Hari Pembela HAM Indonesia.

Biografi

Lahir: Malang, 8 Desember 1965
Jabatan: Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau HAM Indonesia Imparsial
Pendidikan: S1 FH Universitas Brawijaya(Unibraw) (1990)

 Iwan Fals SONG of munir  https://www.youtube.com/watch?v=TMuD0WMDM_0
 Efek Rumah Kaca (grup musik) Di Udara https://www.youtube.com/watch?v=eguVamGBFjU
 PRIMORDIⒶLIS Munir Tumbal HAM https://www.reverbnation.com/primordialis

Karier terpenting

Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau HAM Indonesia Imparsial
Ketua Dewan Pengurus KONTRAS (2001)
Koordinator Badan Pekerja KONTRAS (16 April 1998-2001)
Wakil Ketua Dewan Pengurus YLBHI (1998)
Wakil Ketua Bidang Operasional YLBHI (1997)
Sekretaris Bidang Operasional YLBHI (1996)
Direktur LBH Semarang (1996)
Kepala Bidang Operasional LBH Surabaya (1993-1995)
Koordinator Divisi Pembunuhan dan Divisi Hak Sipil Politik LBH Surabaya (1992-1993)
Ketua LBH Surabaya Pos Malang
Relawan LBH Surabaya (1989)

Organisasi

Sekretaris BPM FH Unibraw (1988)
Ketua Senat Mahasiswa FH Unibraw (1989)
Anggota HMI Komisariat Hukum Unibraw
Ketua Umum Komisariat Hkukum Unibraw HMI Cabang Malang
Sekretaris Al Irsyad Kabupaten Malang (1988)
Divisi Legal Komite Solidaritas untuk Marsinah
Sekretarsi Tim Pencari Fakta Forum Indonesia Damai.
Penghargaan terpenting[ ]
Right Livelihood Award 2000, Penghargaan pengabdian bidang kemajuan HAM dan kontrol sipil terhadap militer (Swedia, 8 Desember 2000)
Mandanjeet Singh Prize, UNESCO, untuk kiprahnya mempromosikan Toleransi dan Anti-Kekerasan (2000)
Salah satu Pemimpin Politik Muda Asia pada Milenium Baru (Majalah Asiaweek, Oktober 1999)
Man of The Year versi majalah Ummat (1998).
Suardi Tasrif Awards, dari Aliansi Jurnalis Independen, (1998) atas nama Kontras
Serdadu Awards, dari Organisasi Seniman dan Pengamen Jalanan Jakarta (1998)
Yap Thiam Hien Award (1998)
Satu dari seratus tokoh Indonesia abad XX, majalah Forum Keadilan



Kasus-kasus penting yang pernah ditangani

Penasehat Hukum dan anggota Tim Investigasi Kasus Fernando Araujo, dkk, di Denpasar yang dituduh merencanakan pemberontakan melawan pemerintah secara diam-diam untuk memisahkan Timor-Timur dari Indonesia; 1992
Penasehat Hukum Kasus Jose Antonio De Jesus Das Neves (Samalarua) di Malang, dengan tuduhan melawan pemerintah untuk memisahkan Timor Timur dari Indonesia; 1994
Penasehat Hukum Kasus Marsinah dan para buruh PT. CPS melawan KODAM V Brawijaya atas tindak kekerasan dan pembunuhan Marsinah, aktifis buruh; 1994
Penasehat Hukum masyarakat Nipah, Madura, dalam kasus permintaan pertanggungjawaban militer atas pembunuhan tiga petani Nipah Madura, Jawa Timur; 1993
Penasehat Hukum Sri Bintang Pamungkas (Ketua Umum PUDI) dalam kasus subversi dan perkara hukum Administrative Court (PTUN) untuk pemecatannya sebagai dosen, Jakarta; 1997
Penasehat Hukum Muchtar Pakpahan (Ketua Umum SBSI) dalam kasus subversi, Jakarta; 1997
Penasehat Hukum Dita Indah Sari, Coen Husen Pontoh, Sholeh (Ketua PPBI dan anggota PRD) dalam kasus subversi, Surabaya;1996
Penasehat Hukum mahasiswa dan petani di Pasuruan dalam kasus perburuhan PT. Chief Samsung; 1995
Penasehat Hukum bagi 22 pekerja PT. Maspion dalam kasus pemogokan di Sidoarjo, Jawa Timur; 1993
Penasehat Hukum DR. George Junus Aditjondro (Dosen Universitas Kristen Satyawacana, Salatiga) dalam kasus penghinaan terhadap pemerintah, Yogyakarta; 1994
Penasehat hukum Muhadi (seorang sopir yang dituduh telah menembak polisi ketika terjadi bentrokan antara polisi dengan anggota TNI AU) di Madura, Jawa Timur; 1994
Penasehat Hukum dalam kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta; 1997-1998
Penasehat Hukum dalam kasus pembunuhan besar-besaran terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok 1984; sejak 1998
Penasehat Hukum kasus penembakan mahasiswa di Semanggi, Tragedi Semanggi I dan II; 1998-1999
Anggota Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM di Timor Timur; 1999
Penggagas Komisi Perdamaian dan Rekonsiliasi di Maluku
Penasehat Hukum dan Koordinator Advokat HAM dalam kasus-kasus di Aceh dan Papua (bersama KontraS)

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Munir_Said_Thalib

Sumber Lain Tentang Munir "Pahlawan" Said Thalib



Dengan nama lengkap Munir Said Thalib, (alm) Munir lahir di Malang, Jawa Timur pada 8 Desember 1965 dan meninggal pada 7 September 2004 di pesawat Garuda Jakarta-Amsterdam yang transit di Singapura. Ia meninggal karena terkonsumsi racun arsenik dalam penerbangan menuju Belanda untuk melanjutkan studi masternya di bidang hukum. Pria keturunan Arab lulusan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini merupakan seorang aktivis dan pejuang HAM Indonesia. Ia dihormati oleh para aktivitis, LSM, hingga dunia internasional.

Tanggal 16 April 1996, Munir mendiriikan Komosi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) serta menjadi Koordinator Badan Pekerja di LSM ini. Di lembaga inilah nama Munir mulai bersinar, saat dia melakukan advokasi terhadap para aktifis yang menjadi korban penculikan rejim penguasa Soeharto. Perjuangan Munir tentunya tak luput dari berbagai teror berupa ancaman kekerasan dan pembunuhan terhadap diri dan keluarganya. Usai kepengurusannya di KontraS, Munir ikut mendirikan Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial, di mana ia menjabat sebagai Direktur Eksekutif.

Saat menjabat Koordinator KontraS namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktifis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus yang dipimpin oleh Prabowo Subianto (Ketum GERINDRA). Setelah Suharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus (waktu itu) Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota Tim Mawar.

Atas perjuangannya yang tak kenal lelah, dia pun memperoleh The Right Livelihood Award di Swedia (2000), sebuah penghargaan prestisius yang disebut sebagai Nobel alternatif dari Yayasan The Right Livelihood Award Jacob von Uexkull, Stockholm, Swedia di bidang pemajuan HAM dan Kontrol Sipil terhadap Militer di Indonesia. Sebelumnya, Majalah Asiaweek (Oktober 1999) menobatkannya menjadi salah seorang dari 20 pemimpin politik muda Asia pada milenium baru dan Man of The Year versi majalah Ummat (1998).

Kasus-Kasus Penting yang Pernah ditangani Munir


  1. Penasehat Hukum masyarakat Nipah, Madura, dalam kasus permintaan pertanggungjawaban militer atas pembunuhan tiga petani Nipah Madura, Jawa Timur; 1993
  2. Penasehat Hukum Sri Bintang Pamungkas (Ketua Umum PUDI) dalam kasus subversi dan perkara hukum Administrative Court (PTUN) untuk pemecatannya sebagai dosen, Jakarta; 1997
  3. Penasehat Hukum Muchtar Pakpahan (Ketua Umum SBSI) dalam kasus subversi, Jakarta; 1997
  4. Penasehat Hukum Dita Indah Sari, Coen Husen Pontoh, Sholeh (Ketua PPBI dan anggota PRD) dalam kasus subversi, Surabaya;1996
  5. Penasehat Hukum mahasiswa dan petani di Pasuruan dalam kasus kerusuhan PT. Chief Samsung; 1995
  6. Penasehat Hukum bagi 22 pekerja PT. Maspion dalam kasus pemogokan di Sidoarjo, Jawa Timur; 1993
  7. Penasehat Hukum DR. George Junus Aditjondro (Dosen Universitas Kristen Satyawacana, Salatiga) dalam kasus penghinaan terhadap pemerintah, Yogyakarta; 1994
  8. Penasehat Hukum dalam kasus hilangnya 24 aktifis dan mahasiswa di Jakarta; 1997-1998 –> [Danjen Koppasus]
  9. Penasehat Hukum dalam kasus pembunuhan besar-besaran terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok 1984; sejak 1998
  10. Penasehat Hukum kasus penembakan mahasiswa di Semanggi, Tragedi 1 dan 2; 1998-1999
  11. Anggota Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM di Timor Timur; 1999
  12. Penggagas Komisi Perdamaian dan Rekonsiliasi di Maluku
  13. Penasehat Hukum dan Koordinator Advokat HAM dalam kasus-kasus di Aceh dan Papua (bersama KontraS) 
  14. Dan masih banyak sekali kontribus (alm) Munir dalam penanganan kasus-kasus yang menyangkut pembelaan Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Sipil yang tidak bisa disebutkan satu persatu.


*Kasus yang di’bold‘ merupakan dugaan-dugaan saya para pelaku [pihak yang merasa akan dirugikan oleh Munir] dibalik pembunuhan Munir. Mereka merasa ‘suara’ Munir yang membela para korban kekersaan dan kekejaman terlalu berbahaya bagi eksistensi kekuasan mereka.

Kronologi Kematian Munir

Tiga jam setelah pesawat GA-974 take off dari Singapura, awak kabin melaporkan kepada pilot Pantun Matondang bahwa seorang penumpang bernama Munir yang duduk di kursi nomor 40 G menderita sakit. Munir bolak balik ke toilet. Pilot meminta awak kabin untuk terus memonitor kondisi Munir. Munir pun dipindahkan duduk di sebelah seorang penumpang yang kebetulan berprofesi dokter yang juga berusaha menolongnya. Penerbangan menuju Amsterdam menempuh waktu 12 jam. Namun dua jam sebelum mendarat 7 September 2004, pukul 08.10 waktu Amsterdam di Bandara Schipol Amsterdam, saat diperiksa, Munir telah meninggal dunia.

Pada tanggal 12 November 2004 dikeluarkan kabar bahwa polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah otopsi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh polisi Indonesia. Belum diketahui siapa yang telah meracuni Munir, meskipun ada yang menduga bahwa oknum-oknum tertentu memang ingin menyingkirkannya.

Persidangan Pembunuhan Munir

Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut.

Lalu pada 6 Juni 2008, mantan Komandan Kopassus TNI Angkatan Darat dan juga mantan Deputi BIN, Mayor Jenderal (Purn) Muchdi Purwoprandjono ditangkap oleh polisi sebagai tersangka pembunuhan Munir. Selama beberapa bulan persidangan, akhirnya pada tanggal 31 Desember 2008, majelis hakim PN Jakarta Selatan memvonis bebas Muchdi Pr.

Lalu, siapakah pembunuh Munir??
Siapakah hakim PN Jakarta??
Mungkin hanya seorang Pollycarpus yang tidak berkepentingan merupakan otak pelaku pembunuhan Munir??

Mengungkap Dalang Pembunuh Munir : Mungkinkah Keterlibatan Petinggi Indonesia?

Sebuah Opini ‘sederhana’ untuk mengenang kematian Munir - Sang Aktivis HAM Indonesia,  juga atas kehilangan teman-teman aktvitis dan mahasiswa 97-98, serta keprihatinan lembaga “Adhyaksa” yang telah memvonis bebas mantan terdakwa Muchdi PR di pengujung akhir tahun yang kelam.
echnusa

Pengantar

Lirik ERK : “Di udara”
Aku sering diancam
Juga teror mencekam
Kerap ku disingkirkan
Sampai dimana kapan?
Ku bisa tenggelam di lautan
Aku bisa diracun di udara
Aku bisa terbunuh di trotoar jalan
Aku bisa dibuat menderita
Aku bisa dibuat tak bernyawa
Dikursi listrikkan ataupun ditikam
Tapi aku tak pernah mati
Tak akan berhenti..

Munir
Munir Said Thalib, pejuang HAM Indonesia, 4 tahun silam tewas diracun arsenik dalam perjalanannya menuju Amsterdam dari Jakarta. Berbagai kemungkinan pihak dibalik pembunuhan sampai saat ini belumlah terungkap sepenuhnya. Aksi-aksi perjuangan pendiri KontraS (Komosi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan) ini, Munir, menjadi ‘musuh berbahaya’ bagi lawan-lawannya.

Kebencian para penguasa orde baru terhadap gerakan ‘human right’ Munir sangatlah beralasan. Mereka [penguasa] yang telah semena-mena menindas, membunuh, dan membantai rakyat kecil mendapat perlawanan keras dari Munir. Munir tanpa lelah terus mencari fakta dan realita untuk mengungkap kasus-kasus pembantaian orang dan rakyat yang tidak berdosa. Meskipun dirinya dan keluarganya menerima berbagai ancamam pembunuhan, Munir tetap melangkahkan perjuangannya dengan darah jadi taruhannya.

Kematian Munir di pesawat Garuda pada 7 September 2004, menjadi kemenangan terbesar para penjahat kemanusiaan di negeri ini. Ada begitu banyak deretan nama-nama penguasa Orde Baru yang masih ‘berkeliaran bebas’ di negeri ini. Tidak hanya berkeliaran, bahkan tidak sedikit dari mereka menjadi ‘pahlawan’ yang dinantikan oleh masyarakat kita yang masih ‘melek realitas’.

Kronologis Pengadilan Munir

Munir, Sang Pilot Garuda

Orang pertama yang menjadi tersangka pertama pembunuhan Munir (dan akhirnya terpidana) adalah Pollycarpus Budihari Priyanto. Selama persidangan, terungkap bahwa pada 7 September 2004, seharusnya Pollycarpus sedang cuti. Lalu ia membuat surat tugas palsu dan mengikuti penerbangan Munir ke Amsterdam. Aksi pembunuhan Munir semakin terkuat tatkala Pollycarpus ‘meminta’ Munir agar berpindah tempat duduk dengannya. Sebelum pembunuhan Munir, Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior. Dan pada akhirnya, 20 Desember 2005 Pollycarpus BP dijatuhi vonis 20 tahun hukuman penjara.

Meskipun sampai saat ini, Pollycarpus tidak mengakui dirinya sebagai pembunuh Munir, berbagai alat bukti dan skenario pemalsuan surat tugas dan hal-hal yang janggal, membuktikan Pollycarpus adalah pihak yang telah menghabiskan nyawa ‘pahlawan HAM Indonesia”. Namun, timbul pertanyaan, untuk apa Pollycarpus membunuh Munir?? Apakah dia bermusuhan atau bertengkar dengan Munir?? Tidak ada historis yang menggambarkan hubungan mereka berdua.

Muchdi PR, Sang Agen Intelijen

Selidik demi selidik, akhirnya terungkap nomor yang pernah menghubungi Pollycarpus dari agen Intelinjen Senior adalah seorang mantan petinggi TNI, yakni Mayor Jenderal (Purn) Muchdi Purwoprandjono. Mayjen (Purn) Muchdi PR pernah menduduki jabatan sebagai Komandan Koppassus TNI Angkatan Darat yang ditinggali Prabowo Subianto (pendiri Partai Gerindra). Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Deputi Badan Intelijen Indonesia (CIA-nya Indonesia)

Muchdi PR ditangkap pada 6 Juni 2008. Lalu ia disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan pada awal Desember 2008, jaksa penuntut umum (JPU) kasus pembunuhan Munir menuntut Muchdi PR dihukum 15 tahun penjara. Muchdi PR terbukti menganjurkan dan memberikan sarana kepada terpidana Pollycarpus Budihari Priyanto untuk membunuh Munir.

Jaksa juga memaparkan sejumlah fakta yang terungkap dari keterangan saksi, barang bukti, dan keterangan terdakwa selama 17 kali sidang. Di antaranya adalah surat dari Badan Intelijen Negara yang ditujukan kepada Garuda Indonesia pada Juni 2004 yang merekomendasikan Pollycarpus sebagai petugas aviation security. [hal aneh, mengapa BIN ikut campur urusan bisnis Garuda hingga merekomendasi Pollycarpus untuk ikut terbang 'bersama' Munir]

Budi Santoso [sebagai saksi] yang menyatakan pernah mendengar Pollycarpus disuruh Muchdi membunuh Munir. Jaksa juga menunjuk bukti transaksi panggilan dari nomor telepon yang diduga milik Pollycarpus ke nomor yang diduga milik Muchdi, atau sebaliknya, yang tercatat dalam call data record. Selain itu, dalam persidangan Muchdi PR memberikan keterangan berubah-ubah dan beberapa kali bertindak tidak sopan.

Usaha para jaksa membongkar kasus pembunuhan dan menuntut pelaku pembunuh kandas ditangan majelis hakim PN Jakarta Selatan yang diketuai Suharto. Tanggal  tanggal 31 Desember 2008, majelis hakim menvonis bebas Muchdi Pr atas keterlibatannya dalam pembunuhan aktivis HAM – Munir. Kurangkah bukti di pengadilan? Ataukah ada rupiah atau ancaman yang diterima oleh para ‘penegak hukum’ di institusi peradilan kita???
Inikah keputusan yang adil bagi perjuangan keadilan dan hak asasi manusia, tatkala Pollycarpus BP terbukti membunuh atas ‘bimbingan’ BIN dan telah divonis 20 tahun penjara?

Langkah Hukum

Meski ditengah krisis kepercayaan institusi hukum di negeri ini, pihak berwajib harus mengajukan kasasi ke lembaga hukum lebih tinggi atas putusan bebas tersebut. Karena jika putusan bebas, dapatkah kita mencari dalang pembunuh sebenarnya?

Menurut saya, yang pasti Pollycarpus hanyalah ‘alat’ yang digunakan oleh pihak penguasa, dalam hal ini mantan terdakwa Muchdi PR. Disisi lain, saya melihat bahwa Muchdi PR bukanlah satu-satunya orang dibalik pembunuhan Munir. Saya berkeyakinan bahwa Muchdi PR hanyalah rekanan dari penguasa lain yang menginginkan agar Munir dieksekusi. Siapakah itu?

Untuk menelusuri hal tersebut, saya akan berusaha mencari referensi kasus-kasus besar dan penting yang ditangani oleh Munir, terutama kasus pelanggaran HAM yang dilakukan pihak penguasa Orde Baru.

Ada beberapa kasus penting yang pernah ditangani oleh (alm) Munir yang memungkinkan [menurut opini saya] mereka/pihak yang berseberangan dengan Munir memiliki niat untuk menghabisi nyawa Munir. Dan kita tahu bahwa, banyak saksi, pembela, jaksa dinegeri ini ditindas, diancam bahkan dibunuh oleh para tersangka ‘penjahat, perampok,pembunuh’. Sebut saja, hakim Agung, M. Syafiuddin Kartasasmita, yang dibunuh atas perintah Tommy Soeharto, karena sedang mengadili kasus korupsinya.

Berikut daftar kasus ‘penting dan berbahaya’ yang ditangani Munir:

– Penasehat Hukum masyarakat Nipah, Madura, dalam kasus permintaan pertanggungjawaban militer atas pembunuhan tiga petani Nipah Madura, Jawa Timur; 1993
– Penasehat Hukum dalam kasus hilangnya 24 aktifis dan mahasiswa di Jakarta; 1997-1998
– Penasehat Hukum dalam kasus pembunuhan besar-besaran terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok 1984; sejak 1998
– Penasehat Hukum kasus penembakan mahasiswa di Semanggi, Tragedi 1 dan 2; 1998-1999
– Anggota Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM di Timor Timur; 1999

Usaha Mencari “Induk Semang” Penculikan

Kita tahu bahwa mereka yang berjuang melawan pemerintah yang tiran di zaman orde baru akan dihilangkan [dihabisi]. Dari tahun 1997-1998, tercatat minimal ada 24 orang aktivis dan mahasiswa yang ditangkap oleh pasukan khusus era Soeharto hingga saat ini dinyatakan hilang [dihilangkan oleh penguasa]. Jika di era 80-an dan awal 90-an dikenal Petrus, maka menjelang kerusuhan Mei 1998, untuk membendung aksi anti-pemerintah Soeharto, maka Soeharto pun menyiapkan ‘keamanan’ yang lebih khusus.

Salah satu divisi ‘loreng’ yang bertindak ‘mengamankan’ situasi adalah Kopassus dengan TIM MAWAR-nya. Ratusan aktivis ditangkap dan disiksa, serta sebagian “top of the top activist” hilang bak ditelan bumi. Terutama mereka yang ‘suka’ berbicara HAM kepada pemerintah. Salah satu tokoh yang saya angkat adalah Wiji Thukul, seorang sastrawan puisi.

Wiji Thukul, terkenal dengan puisi yang ‘menyayat wibawa pemerintah’ karena berisi kritikan terhadap ketidakadilan dan pengingkaran harkat dan martabat manusia. Semenjak Tragedi 27 Juli 1996, ia menjadi buruan aparat. Akibat suaranya yang vokal, selama hampir 6 bulan, ia terpaksa menghindar dari kejaran aparat [kalau tertangkap, yah......habiiiiss!]. Ia tidak bisa pulang. Keadaan memaksanya untuk pergi, berlari tanpa bisa berhenti, menyelamatkan diri dengan meninggalkan istri dan kedua anaknya. Dan suara seorang suami, masih terdengar terakhir kali oleh istrinya pada Februari 1998 (6 bulan setelah Tragede 27 Juli). Setelah itu…ia ‘hilang’ dan sangat mungkin dihilangkan.

Tak pelak lagi, Munir pun salah satu korban, ‘anak manusia’ yang terlalu ‘galak’ kepada pemerintah yang tiran. Alm. Munir tahu betul siapa pelaku Tragedi 27 Juli 1997, dan siapa dibalik penangkapan aktivitis yang menyeret ‘petinggi orba’. Meski pada saat itu ia belum punya bukti-bukti lengkap untuk menjebloskan para ‘tiran’, dan hingga  sebelum ajal menjemputnya, Alm. Munir terus berjuang membela para korban dengan mengumpul sebanyak mungkin bukti dan saksi. Dan hingga saat ini pun, lembaga ‘adhyaksa’ [pengadilan] kita belum mampu mengungkap tragedi 27 Juli karena kekurangan bukti, saksi yang bungkam hingga masih kuatnya pengaruh oknum orba di saat ini…..

Dari uraian di atas, kita pun bisa menduga-duga, siapa sih pelaku penculikan? Siapa sih yang merasa terancam jika Munir masih bisa bernafas, menatap, dan berbicara? Selama lebih 6 tahun kejatuhan rezim Orba akhirnya Munir, pihak yang terancam sudah pasti mencari momen yang tepat untuk menghabisi ‘pahlawan HAM’ tersebut. Akhirnya, 1 bulan menjelang pelantikan Presiden terpilih SBY Oktober 2004, pada tanggal 7 September 2004 Munir tewas diracun.

“Institusi Penculikan”

Belajar dari pengalaman masa lalu, duga-dugaan kita akan semakin mengerucut pada beberapa tokoh dibalik peristiwa pelanggaran HAM di tahun 1997-1998. Petinggi-petinggi yang menguasai tampuk kekuasaan yang ‘memungkinkan’ melakukan ‘agresi’ pada rakyat kecil, adalah MILITER. Siapakah petinggi militer yang berpotensi sebagai tersangka penculikan, pembunuhan?
Hanya ada beberapa yang sangat berpontensi yakni Kopassus ataupun Kostrad. Hanya ada 2 kemungkinan yang sangat menonjol : Komando Pasukan Khusus atau Komando Strategis Angkatan Darat. Di era Soeharto, hierarki Kopassus dan Kostrad bisa langsung ‘dibisikkan’ oleh Presiden, tanpa ‘bersungkem’ kepada Pangab yang dijabat Jendral Wiranto.

Dan sudah menjadi rahasia umum, bahwa institusi yang bertanggung jawab langsung atas penculikan para aktivis dan mahasiswa yang vokal pada saat itu adalah “TIM MAWAR“, suatu tim khusus yang dibentuk oleh KOPASSUS yang dipimpin oleh Letnan Jendral Prabowo Subianto, Sang menantu Soeharto pada saat iu. Sedangkan yang bertanggungjawab mengendalikan aksi demonstrasi Mahasiswa pada Mei 1998 salah satunya adalah campur tangan satuan Kostrad yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Muchdi PR. Setelah Prabowo dicopot dari Kopassus, maka posisi ini akhirnya dipegang oleh Muchdi PR.

Sehingga wajar, jika sebagian kecil masyarakat beropini bahwa “para petinggi Kopassus bertanggung jawab terhadap penculikan” dan “para petinggi yang merasa terancam atas desakan hukum atas penculikan adalah ‘otak’ pembunuhan Munir”. Opini sederhana yang ditarik oleh masyarakat awam dari sebuah kisah kelam yang sedikit demi sedikit terbongkar. Tetapi, namanya politik, intrik dan kekejaman memang sulit untuk ditebak maupun sulit untuk diduga, apalagi dibuktikan dalam waktu seumur jagung.

Jadi, wajarkah jika beberapa orang berpendapat bahwa “petinggi  institusi yang terlibat atas dua kasus tragedi ’98 (penculikan dan pembunuhan)  tersebut” yang menjadi tokoh intelektual pembunuhan Munir. Dua institusi tersebut, tak lain-tak bukan : Koppasus, dan Kostrad.  Sah-sah saja, jika ada yang berpendapat seperti itu. Tetapi, karena negara kita adalah negara hukum, maka masyarakat kita pun dibatasi agar tidak menuduh orang yang belum ada bukti bersalah sebagai pelaku. Yang hanya bisa dilakuan masyarakat adalah menduga. Ingat masih menduga [jadi masih diwilayah abu-abu].

Meskipun demikian, opini sebagian masyarakat perlu dicermati mendalam, tatkala  saat ini, para mantan petinggi “Institusi militer yang bermasalahan tersebut” yakni Prabowo dan Muchdi begitu akrab serta bersama-sama mendirikan Partai Gerindra.  (Prabowo sebagai Ketum dan Muchdi PR sebagai Waketum).
Sehingga timbul pertanyaan mungkinkah kedua mantan ini terlibat??? [terlibat dalam pembunuhan Munir]

Sumber Referensi:
www.munir.co.id
www.kontras.org
www.tempointeraktif.com
www.tokohindonesia.com
www2.kompas.com
www.vivanews.com
http://id.wikipedia.org

Lamp I : Kisah Tokoh ‘Harapan Petani Indonsia” –  Prabowo

Pada 1995 ia dipercaya sebagai Komandan Jendral Kopassus. Pada saat itulah, Prabowo diduga mendalangi penculikan dan penghilangan paksa terhadap sejumlah aktivis,  yang dilakukan oleh sebuah tim yang disebut Tim Mawar. Hingga kini para korban masih belum ditemukan.

Pada 1998, Prabowo ditunjuk menjadi Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad). Tapi, jabatan ini tak lama dipegangnya, karena keburu meletus peristiwa Mei 1998.  Peristiwa Mei banyak dipercaya sebagai sebuah skenario dari kekuatan militer, yang  menurut kontroversi, melibatkan polemik internal militer, antara Prabowo dengan Panglima ABRI Wiranto.

Akibatnya Prabowo dipindah tugaskan menjadi Komandan Sekolah Staf dan Komando ABRI. Melalui sidang pertimbangan Dewan Kehormatan Perwira (DKP), Panglima ABRI memberhentikan Letnan Jenderal Prabowo dari dinas kemiliteran.
Setelah dinonaktifkan dari militer, Prabowo pergi ke Yordania. Di sana  ia memperoleh status kewarganegaraan setempat , dan diperlakukan dengan baik oleh Raja Yordania, temannya saat mengikuti pelatihan militer. Setelah melewati masa sulit di Yordania, Prabowo beralih menjadi pengusaha. Tiga tahun kemudian, November 2001,  ia kembali ke Indonesia.

Pada pilpres 2004, Prabowo ikut dalam konvensi Partai Golkar, tapi kandas diputaran ke-dua konvensi partai tersebut. Dengan kecerdasannya, Prabowo langsung tancap gas, ia mencari organisasi yang diinginkan oleh rakyat agar jalan menuju Istana menjadi kincrong. Yah…HKTI lah kendaraan utamanya untuk mendapat citra positif dari rakyat. Ia dipilih menjadi Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) pada 5 Desember 2004. Ia menggantikan  Siswono Yudo Husodo yang sebelumnya mengunakan HKTI untuk menjadi Cawapres bersama Amien Rais pada pilpres 2004.

Lamp II : Catatan Suram Kopassus di Tahun 1998*

– Pada tahun 1998, Kopassus dituding [sulit untuk membuktikan] dengan ertanggung jawab terhadap kegiatan penculikan dan penghilangan nyawa beberapa aktivis pro demokrasi yang dilakukan Tim Mawar.
– Keterlibatan peristiwa Mei 1998. Banyak hasil penelitian tim pencari fakta independen menemukan adanya organisasi terstruktur rapi dalam militer yang dengan sengaja dan maksud tertentu menyulut kerusuhan massa di Jakarta dan Surakarta (kedua kota tersebut secara kebetulan adalah daerah basis/markas Kopassus, yaitu Cijantung-Jakarta dan Kandang Menjangan-Surakarta).
–Pada 2007 masalah Tim Mawar ini kembali mencuat ke permukaan melihat kenyataan bahwa 11 tentara yang terlibat (6 di antaranya dipecat pada 1999), ternyata tidak jadi dipecat tetapi tetap meniti karir, naik pangkat dan beberapa diketahui memegang posisi-posisi penting seperti Dandim dengan pangkat kolonel. Panglima TNI menyatakan hanya 1 dari 6 perwira tersebut yang benar-benar dipecat.



Terima kasih kawan!
Anda telah mengorbankan darah dan nyawa untuk berjuang dan menghadang mereka yang telah menindas, menyengsarakan, memborgol suara, dan membunuh hak-hak hidup dan berwarganegara.

Sumber : http://nusantaranews.wordpress.com/2009/01/01/biografi-munir-seorang-pahlawan-ham-indonesia/

Baca Terusannya »»  

Kamis, 20 Juni 2013

Biogtafi Prisa "TheCuteDeviL"



 Nama Lengkap: Prisa Adinda Arini Rianzi
Nick Di Forum Gitaris.com : TheCuteDeviL
Tempat/Tgl Lahir : Jakarta / 6 Januari 1988
E-mail Address : prisa.adinda@gmail.com
Pekerjaan : Musisi
Tempat Tinggal Sekarang : Jakarta
Gitar : Jackson DKMG Arch Top, Jackson USA Randy Rhoads RR1, Fender USA Telecaster Flathead Custom Shop, Martin & Co X series & Fender Strat Eric Clapton
Efek : Line 6 PODXTLive, Tonebone Hot British, Ibanez Tube Screamer 808
Ampli : Roland Cube 30
Group Band Saat ini : Dead Squad, Veendeta
Pengalaman Band : Zala
Pengaruh Musikal : Slayer, John Mayer, As I Lay Dying
Style Permainan : Metal
Teknik Favorit : Power Chord
Gitaris Favorit : Mick Thompson, Steve Vai, dll
Band Favorit : God Forbid, Trivium, As I Lay Dying, Killswitch Engage, Shadows Fall, Megadeth, Slayer, Unearth, Lamb of God, The Black Dahlia Murder, morninglory
Album Favorit : Frail Words Collaps (As I Lay Dying), Ascendency (Trivium), Unhallowed (The Black Dahlia Murder), Gone forever (God Forbid), the end of heartache (Killswitch Engage), The Subliminal Verses (Slipknot), Ashes Of The Wake (Lamb Of God), The War Within (Shadows Fall), Waking The Fallen (Avanged Sevenfolds), The Uncoming Storm (Unearth)
Lagu Yang Pertama Dipelajari : Anugerah Terindah (Sheila On 7)

Prisa pertama kali belajar gitar karena kebetulan. Sewaktu masih SMP, Prisa tinggal di asrama kemudian iseng maenin gitar punya temannya. Gara-gara dimarahin sama yang punya gitar, akhirnya Prisa bertekad balas dendam dengan ikut ekskul gitar. Akhirnya Prisa dan temannya ikut ekskul barengan sambil balapan siapa yang nantinya lebih jago.




Tahun 2005 sampai pertengahan tahun 2006 nama Prisa cukup dikenal di scene underground bersama band metalnya, Zala. Band ini cukup menyita perhatian lantaran isi personelnya cewek semua. Tapi tidak hanya sekedar menjual image saja, skill mereka juga tidak kalah sama band-band cowok. Tahun 2006 bisa dibilang sebagai tahun emasnya Prisa dimana karirnya baik secara pribadi maupun kelompok makin sukses. Secara pribadi, ia terpilih menjadi model untuk portal gitar pertama di Indonesia, Gitaris.com. Ia juga sering disebut sebagai Miss Gitaris.com karena selalu menjadi wakil Gitaris.com di berbagai event dan media. Bersama bandnya, Zala, ia beberapa kali tampil di event metal underground bahkan sampai Java Jazz 2006.

Bulan Juni 2006 kemudian Prisa tergabung dalam band baru bernama Dead Squad. Di band ini ia berpasangan dengan salah satu gitaris dari keluarga Item yang juga merupakan personel Andra & The Backbone, Stevie Item. Kemudian pada bulan Juli Prisa mendapat kehormatan untuk berkolaborasi dengan salah satu maestro gitar Indonesia, Eet Sjahranie dalam penampilan Edane di PRJ. Bersama Edane, Prisa tampil membawakan lagu Cry Out dan Kau Manis Kau Ibliz. Selain itu ia juga dikontrak selama 2 bulan sebagai additional gitaris dan backing vocal untuk ‘band sejuta copy’, Sheila On 7, yang baru ditinggal salah satu gitarisnya. Bersama SO7 sempat tampil di SCTV dalam acara World Cup 2006 dan ikut dalam tour hingga ke Malaysia.

Tahun 2006 Prisa telah memutuskan untuk berhenti dari dunia pendidikan akademis dan memilih untuk terjun sebagai musisi profesional. Langkah yang diambil oleh Prisa untuk masuk ke industri musik adalah merilis album solo perdananya yang beraliran pop. Rencananya album tersebut akan dirilis setelah lebaran tahun 2007. Sebelum albumnya dirilis ia terlebih dahulu tampil sebagai ‘guest musician’ di album ke-2 J-Rocks sebagai vocalis dan gitaris untuk single Kau Curi Lagi. Prisa juga memiliki side project lain yang ia beri nama Morning Star. Morning Star merupakan project iseng lain Prisa diluar album solonya. Hal ini menjadi pembuktian dari Prisa kalau ia juga mahir dalam permainan gitar akustik.

Bulan Juli 2007 Prisa diendorse oleh pihak Jackson Guitars. Ia dikontrak untuk menggunakan gitar Jackson DKMG Arch Top. Sebuah gebrakan yang sangat fenomenal mengingat ia adalah gitaris Indonesia pertama yang diendorse oleh Jackson.

Data menarik seputar Prisa

• (2003) Additional vocal dan model video clip Seringai

• (2006 Jan) Terpilih sebagai Miss Gitaris.com

• (2006 Mar) Tampil bersama Zala di Java Jazz

• (2006 Apr) Tampil di harian Kompas 23 April 2006 dalam artikel mengenai Gitaris.com

• (2006 Mei) Talk show (Prisa + Mayzan) di GlobalTV dalam liputan mengenai Gitaris.com

• (2006 Jun) Tampil bersama Sheila On 7 di Panggung World Cup sebagai additional vocal

• (2006 Jul) Tampil bersama Edane sebagai guest gitaris di PRJ (membawakan 2 lagu)

• (2006 Jul) Tampil bersama Abdee Slank dalam sebuah klinik

• (2006 Jul) Model cover majalah Gitar Plus

• (2006 Jul – Ags) Additional gitar+vocal Sheila On 7 (Promo tour album 507) hingga ke Malaysia

• (2006 Ags) Model cover majalah HAI edisi “Sekarang Giliran Anak Metal”

• (2006 Sep) Demonstran (bersama Irvan) untuk produk kabel Analysis Plus selama 4 hari di Balai Kartini

• (2006 Nov) Tampil di majalah Trax edisi 11/2006 di column ‘GirlDoYouRock’

• (2006 Des) Duet bersama Mayzan di acara gathering Gitaris.com membawakan lagu Elixir dari Marty Friedman

• (2007 Jan) Gitaris.com di O-Chanel menampilkan Prisa

• (2007 Jan) Majalah Audio Pro menampilkan profil & wawancara Prisa

• (2007 Feb) Gitaris.com di Black In News Trans 7 menampilkan Prisa

• (2007 Mar) Koran Tempo menampilkan profil Prisa.

• (2007 Ags) Tampil sebagai guest vocal + gitar J-Rocks untuk single Kau Curi Lagi
Baca Terusannya »»